Pages

Sabtu, 10 Maret 2012

RELIGI 8

Berapa Harga Masakan Seorang Ibu?


Penulis : Irham Sya'roni

Tidak diketahui secara pasti apa penyebab sang gadis itu marah hingga memaki ibunya. Yang jelas, gadis itu kini benar-benar marah lalu pergi meninggalkan rumah dengan membawa kemarahan dan kebencian yang meluap terhadap ibunya. Ia terus berjalan sampai akhirnya melewati sebuah kedai makan.
“Ah, alangkah nikmatnya andai aku bisa mencicipi makanan hangat di kedai itu,” gumamnya, sembari menekan perutnya yang lapar.
“Hai, Nona, masuklah! Mau menikmati masakan istimewa kami?” tanya pemilik kedai yang sedari tadi memperhatikannya.
“Iya, Pak, tapi saya tidak membawa uang,” kata gadis tersebut.
“Ya, tak apa, silakan duduk! Akan aku suguhkan menu istimewa untukmu. Gratis!”
Benar juga, sepiring masakan hangat disajikan di meja. Lengkap dengan lauknya. Gadis itu segera melahapnya. Di tengah nikmatnya makan, tiba-tiba air matanya meleleh. Setitik demi setitik hingga akhirnya terdengar isakan sang gadis.
“Kenapa menangis, Nona?” tanya pemilik kedai.
“Saya terharu, Pak. Bapak yang baru pertama bertemu dengan saya, sudah sedemikian baik kepada saya. Sampai rela memberikan makanan hangat ini untukku.”
Pemilik kedai menarik napas dalam, menyulam senyum, lalu berkata, “Ah, Nona ini terlalu berlebihan. Jika dibandingkan dengan ibu Nona, saya ini tidak ada apa-apanya. Saya hanya memberi Nona sepiring nasi, dan baru sekali ini. Sementara ibu Nona, dia memberi Nona aneka masakan setiap hari. Bahkan tiga kali sehari. Apalagi jika dihitung sejak Nona dilahirkan, ah… tentu tidak bisa dihitung lagi jumlah masakan darinya.”
Gadis itu terhenyak. Kata-kata pemilik kedai itu serasa menampar dan menyadarkannya. “Astaghfirullah!” ucapnya, “Mengapa aku tidak memikirkan itu. Sungguh, betapa besar pengorbanan yang ibuku lakukan kepadaku. Hanya karena kekhilafan kecil ibu, aku sampai durhaka seperti ini.”
Seketika meledaknya tangis sang gadis. Ia segera bangkit dari tempat duduknya, lalu berlari pulang.
“Oh, buah hatiku sudah pulang rupanya,” kata ibunda gadis tersebut. “Ayo, Nak, segeralah ke meja makan. Ibu telah siapkan masakan kesukaanmu.”
Semakin deraslah air mata gadis tersebut. Ada ketulusan dan lautan kasih sayang yang ia rasakan bersamaan dengan kata-kata teduh yang keluar dari mulut ibunya.
***
Sebelum menjadi seorang ibu, aku mempunyai seratus teori tentang bagaimana membesarkan anak-anak. Kini, aku mempunyai tujuh orang anak dan hanya mempunyai satu teori untuk membesarkan mereka: Kasihi mereka, terlebih di saat [dengan kelakuan] mereka sebenarnya tidak layak untuk dikasihi.
***
Jutaan, miliaran, atau bahkan lebih, tak akan pernah bisa membalas dan mengganti harga perjuangan serta kasih sayang seorang ibu. Karenanya, dengan alasan apa pun, kita harus menghormati sosok wanita tangguh dan istimewa yang telah melahirkan kita. Berikan yang terbaik kepadanya. Jadilah anak yang berbakti kepadanya. Berikan pelayanan dan lantunkan do'a terindah untuknya.
Ibu adalah keramat hidup. Do'anya mustajab. Bahkan, kerelaan Allah SWT bergantung pula pada kerelaan orangtua. Begitu juga dengan kemurkaan-Nya. Bahkan, tidak memenuhi panggilannya saja, sudah termasuk bentuk kedurhakaan kepadanya. Apalagi, kalau sampai terlibat pertengkaran dan permusuhan dengannya. Sebagai manusia biasa, tentu ia tidak luput dari khilaf dan salah. Tapi, sebesar apa pun kesalahan dan kekhilafannya, ia tetaplah sosok wanita istimewa. Karena itu, sungguh menyedihkan jika kita durhaka kepadanya. Na’udzubillah min dzalik!

http://babarusyda.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 MY SHADOW. Design by WPThemes Expert
Blogger Templates by Buy My Themes.